Arsip untuk Desember, 2011

HAK-HAK ASASI MANUSIA

HAK-HAK ASASI MANUSIA

Review ini disusun ntuk memenuhi tugas pribadi Hukum Internasional

Dosen Pengajar : Bpk. Aria Rangga Kusumah

Nama               : DEWI FEBRIANI

NIM                : 1042500858

KELOMPOK : HJ

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BUDI LUHUR


Pengantar

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki oleh semua manusia, yang melekat atau inheren pada diri manusia. HAM telah mendapatkan beberapa piagam penting yang didapatkan dari hasil Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Kovenan Internasional Hak Sipil dan politik serta Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966), dan Deklarasi Wina (1993).

  1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Deklarasi ini muncul setelah terjadinya perang dunia II yang diakui dunia sebagai standar universal bagi perilaku manusia. PBB mendirikan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) pada tahun 1946.

Dalam pasal terakhir No. 29 dijelaskan bahwa:

 

Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan bahwa dalam pelaksanaannya hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dalam rngka memenuhi persyaratan-persyaratan yang adil dalam hal moralitas, kesusilaan, ketertiban umum, dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis.

 

  1. Dua Kovenan Internasional

Komisi Hak Asasi PBB kemudian melakukan 2 bentuk perjanjian agar terkesan lebih mengikat. Perjanjian kovenan yang pertama mencakup hak politik dan sipil, dan kovenan yang kedua mencakup hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam hal ini, negara berhak memilih salah satu kovenan maupun kedua kovenan. Untuk dapat diterima, kovenan ini membutuhkan waktu yang lama yakni 18 tahun dari 1948-1966. Kemudian dibutuhkan waktu 10 tahun lagi untuk mendapatkan persetujuan PBB akan berlakunya kedua kovenan tersebut (1966-1976). Pada tahun 1989, Optional Protocol II mengajukan penghapusan hukuman mati dan diterima oleh PBB. Dua kovenan yang disebutkan dan Optional Protocol menjadi satu-kesatuan yang disebut Undang-undang internasional Hak Asasi Manusia (International Bill of Human Rights).

Dalam Mukadimah Konvenan Internasional hak sipil dan politik pada tahun 1966, dicanangkan bahwa hak-hak tersebut diperoleh dari harkat dan martabat manusia, hak ini sangat fundamental sifatnya dan yang mutlak diperlukan oleh manusia untuk berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita, serta martabatnya. HAM merupakan hak universal yang dimiliki semua manusia tanpa ada perbedaan baik bangsa, ras, agama, atau jender.

 

  1. Deklarasi Wina

Dalam deklarasi ini dapat mencerminkan tercapainya konsensus antara barat dan non-barat bahwa hak asasi memiliki sifat yang universal, sekalipun terdapat varian implementasinya sesuai khas negara masing-masing.

Terdapat 3 generasi hak diantaranya: pertama, meliputi hak politik dan sipil yang diperjuangkan oleh pemikiran kaum barat. Kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya yang gigih diperjuangkan oleh kaum komunis dalam masa perang dingin dan negara-negara yang membebaskan diri dari kaum kolonial (biasanya disebut dunia kedua), serta yang ketiga adalah hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan (development), yang terutama diperjuangkan oleh negara-negara dunia ketiga.

Dimasa berikutnya, di Afrika dan Asia dibuat beberapa piagam regional, piagam Afrika mengenai hak-hak manusia dan bangsa-bangsa (African Charter on Human and People’s Rights,1981). Disusul deklarasi Cairo mengenai Hak Asasi dalam Islam (Cairo Declaration on Human Rights in Islam,1990), yang merupakan hasil dari OKI (Organisasi Konferensi Islam). Kemudian Bangkok dengan Bangkok Declaration pada tahun 1993. Kemudian Juni 1993, lebih dari 170 negara anggota PBB merumuskan Vienna Declaration hasil dari pemikiran barat dan non-barat yang dirumuskan dalam Bangkok Declaration.

Pada tahun 2002, HAM mendapatkan tonggak keberhasilannya dengan didirikannya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) yang dapat mengadili kasus pelanggaran terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahaan perang.

Perkembangan HAM di Eropa

Di Eropa Barat khususnya inggris masalah HAM menjadi salah satu masalah yang sudah tidak terelakkan tepatnya di zaman pertengahan seketika itu disusul oleh hukum alam dan hak-hak alam di abad ke-17.

Perjanjian Magna Charta (1215) yang ditandatangani oleh Raja John dari Inggris serta para bangsawan merupakan tonggak awal dari perkembangan HAM serta perkembangan demokrasi di Barat. Latar belakang adanya perjanjian Magna Charta ini adalah ketika para kaum bangsawan membuat perjanjian itu sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap biaya penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan perang. Hak yang utama saat itu adalah menjamin masalah hak politik dan sipil sehingga hal-hak inilah yang menjadi dasar dari sistem konstitusional Inggris yang berlaku bagi semua warga negara.

Abad ke-16, kepemimpnan raja merupakan yang dijunjung oleh Inggris. Berasal dari anggapan bahwa kekuasaan raja merupakan wahyu dari Illahi (Divine Right of Kings). Namun abad setelahnya, kekuasaan raja kini dipertanyakan keabsahannya, karena mulai banyak raja-raja yang bertindak sewenang-wenang. Kasta menengah sadar akan kepatuhan masyarkat terhadap raja perlu mempunyai dasar yang rasional. Pengharapannya adalah hubungan antara raja dengan rakyat berdasarkan suatu kontrak sesuai zaman yang berkembang pad masa itu di Eropa Barat.

Life, Liberty, dan Property merupakan 3 hak alam yang dikemukakan oleh John Locke dengan maksud Life artinya hak untuk hidup, Liberty dengan kebebasan, dan Property yang berarti hak milik serta pemikiran bahwa penguasa harus memerintah dengan persetujuan rakyat (government by consent). Filsuf lain, Montesquieu lebih menekankan perlunya pembagian kekuasaan sebagai sarana menjamin hak-hak itu, disebut trias politica. Kemudian menurut Rousseau, menekankan bahawa dalam kepemerintahan diperlukannya kebebasan bagi manusia.

Meskipun pemikiran para filsuf diatas tadi berbeda-beda, tetapi mereka concern terhadap satu pokok yang disebut state of nature “keadaan alam”. Dalam keadaan alam, pada hakikatnya manusia itu sama martabatnya, tunduk terhadap hukum alam dan memiliki hak-hak alam, hingga pada akhirnya hak-hak itu berubah seiring dengan kehidupan bernegara dengan berbagai kontrak yang disepakati antara pemerintah dengan rakyatnya.

Hak asasi saat itu mencakup sebagian kecil hak atas kebebasan, kesamaan, dan hak menyatakan pendapat. Hak-hak ini dicantumkan dalam beberapa piagam seperti salah satunya adalah Bill of Rights (1789) yang diterima selang satu tahun sesudah parlemen berhasil mengusir Raja James II dan mengundang putrinya Mary beserta suaminya William of Orange, untuk menduduki tahta kerajaan Inggris. Hak tersebut berlaku bagi semua orang dan tidak boleh dilanggar termasuk raja sekalipun.

Pada awal masa Revolusi Perancis,dirumuskan suatu deklarasi tentang Hak Manusia dan Warga Negara (Declaration des Droits de l’homme et du Citoyen,1789) atas dasar kebebasan (liberte), kesamaan (egalite), dan kesetiakawanan (fraternite).

Perkembangan HAM abad ke-20 dan awal abad ke-21

Setelah masalah depresi besar (the Great Depression,1929-1934), yang melanda sebagian besar dunia menyebabkan masalah pengangguran dan kemiskinan masyarakat dunia. Di luar merka pun dampaknya cukup besar. Di Jerman, dampak dari depresi besar tersebut turut membuat gerakan Nazisme yang dipelopori oleh Adolf Hitler sehingga menyebabka banyak  orang berimigrasi ke Amerika dan negara demokrasi lainnya. Kaum Yahudi yang belum berhasil meninggalkan Jerman, ditahan dan dibunuh (Holocaust).

Presiden Amerika, Roosevelt pada tahun 1941 merumuskan 4 kebebasan (the Four Freedoms), yakni hak untuk berbicara, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari rasa ketakutan, dan kebebasan dari kemiskinan.

Setelah berkembangmya ekonomi kapitalis, tepatnya setelah perang dunia II ternyata berhasil meningkatkan produksi sehingga mengubah keadaan rakyat menjadi lebih sejahtera dan makmur.  Kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin sudah banyak diatasi melalui sistem pajak yang mulai diterapkan dan bebannya dipikul oleh orang golongan kaya. Dengan itu, negara-negara demokrasi barat telah mencapai tahap yang sejahtera di mana sebagian besar kebutuhan sosial-ekonomi telah terpenuhi.

Sementara itu di bagian timur Eropa tengah menghadapi revolusi besar yang dampaknya sangat terasa di Eropa dan Amerika. Pada tahun 1917 terjadi revolusi pertentangan terhadap kekuasaan Tsar di Rusia dipimpin lenin (1870-1924) yang merupakan golongan komunis berhasil mendirikan negara baru berdasarkan paham Marxisme dan Leninisme. Revolusi ni membawa penderitaan besar bagi kalangan atas terutama kalangan yang dipimpin oleh Stalin yang merupakan kalangan anti-revolusioner. Orang-orang yang tergabung maupun mendukung para kaum anti-revolusioner akan ditawan dan dibunuh oleh para golongan revolusioner.

Pasca perang dunia II, Uni soviet berhasil menjadi saingan amerika Serikat sebagai negara adidaya. Sampai pad akhirnya Uni Soviet runtuh akibat perang dingin yang terjadi melawan Amerika Serikat.

Dalam tahap berdiri kembalinya, Uni Soviet kembali mentransformasikan sistem dari negara agraris menjadi negara industri. Sebab sulitnya diutamakannya negara industri sehingga menyebabkan penderitaan bagi rakyat, keadaan Uni Soviet saat itu dalam tahap peningkatan sosial ekonomi melalui penyediaan kesempatan kerja, perumahan, serta pendidikan. Hak ekonomi lebih substantif dari hak poltik yang dibilang borjuis dan dapat menggangu usaha konsolidasi komunisme sebagai ideologi tunggal. Sehingga pada saat itu hak politik dinilai tidak ada manfaat dan tidak diakui. Padahal hak politik merupakan hak yang telah dijamin dan ada dalam deklarasi maupun konvenan yang telah disepakati bersama. Oleh karenanya, Uni Sovier dan wilayah Timur Eropa merupakan wilayah yang serng dikecam sebagai negara pelanggar hak yang sangat parah.

Namun, seiring berjalanya waktu, setelah terjadinya perpecahan dalam dunia komunis di Eropa Timur (1989), negara-negara tersebut yang tadinya menggunakan sistem komunis bertransisi dan beralih ke arah sistem demokrasi sesuai pemikiran Barat.

Peran Negara-negara Dunia Ketiga

Kemunculan negara-negara baru pasca perang dunia II menyebabkan kesadaran para negara tersebut untuk berpartisipasi dalam forum internasional. Diselenggarakannya KAA (konferensi Asia Afrika) di Bandung 1955, merupakan awal eksistensi negara-negara berkembang. Namun, seruan untuk menentang penjajahan, rasialisme dan keterbelakangan belum terlalu diusik.

Negara-negara berkembang sangat mendukung perumusan hak ekonomi dalam kovenan internasional dan sangat diprioritaskan. Untuk kearah pembangunan negara serta ekonomi, negara berkembang biasanya menggunakan sistem politik yang otoriter atau semi-otoriter. Karena pemerintah harus bisa menangkal tekanan dari pihak kepentingan khusus dan mementingkan kepentingan bersama.

Pada tahun 1980-an, dicanangkan generasi ketika hak asasi, yaitu hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan. Hak-hak itu bersifat kolektif dan dituangkan dalam dokumen maupun deklarasi hak bangsa-bangsa atas perdamaian (1984) dan deklarasi hak atas pembangunan (1986).

Negara-negara baru tersebut masih merasa bahwa HAM ini masih didominasi oleh kalangan barat yang memprioritaskan hak politik. Selain itu, kesadaran bahwa barat kurang sensitif terhadap keinginan negara dunia ketiga untuk mewariskan beberapa warisan nenek moyangnya. Banyak negara baru seperti Asia dan Afrika yang memiliki akar tradisi yang masih kuat disebut sebagai Relativisme Kultural (Cultural Relativism).

Dengan tercapainya kebebasan dari kolonialisme negara-negara berkembang dihadapkan pada beberapa masalah. Kebanyakan negara baru bersifat pluralistik dalam arti bahwa memiliki berbagai kelompok etnis, agama, dan ras dalam suatu wilayah. Dalam zaman kolonialisasi, perbedaan-perbedaan tersebut dapat diatasi. Namun, dalam suasana kemerdekaan dan pembangunan negara diiringi hasrat demokratisasi, pemrintahan negara berkembang lebih otoriter menentang kembali tekanan dari luar.

Beberapa negara berhasil maju dengan cara otoriternya melalu pertumbuhan ekonomi yang berpusat pada pasar.  Pada saat menuju sebagai negara industri, tekanan untuk mengecilkan rasa otoriterisme dan usaha meningkatkan demokrasi akan menguat. Negara-negara baru merasa dilema identitas negaranya untuk memperjuangkan tempatnya dalam posisi di dunia modern.

 

 

 

Referensi :

Budiarjo,Prof. Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.